Jumat, 19 Februari 2016

Pulau Enggano

Pulau Enggano adalah salah satu pulau terluar di Indonesia, secara administratif berada di Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Pulau dengan luas wilayah 40 km persegi ini terletak di zona perairan Samudra Hindia pada posisi antara 102,05o BT dan 5,17o sampai 5,31o LS. Sebagai sebuah kecamatan tersendiri, Enggano secara administratif terdiri dari 3 pulau kecil yaitu: Pulau Dua, Pulau Bangkai, dan Pulau Merbau. Kecamatan Enggano terbagi dalam 6 Desa yaitu Desa Kahyapu, Desa Kaana, Desa Malakoni, Desa Apoho, Desa Meok, dan Desa Banjar Sari. Adapun jumlah penduduk di pulau ini sekitar 3.000 jiwa (tahun 2002), yang tersebar di 6 desa tersebut.
Pulau yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani kelapa sawit ini secara ekologi sangat kaya dengan sumber daya alam, baik yang terdapat di daratan maupun di perairan lautnya. Namun, ekosistem Enggano sangat rentan rusak, karena struktur pulaunya yang tersusun dari batu karang dengan ketebalan tanah permukaan sangat tipis, hanya 1—2 meter saja.
Pulau Enggano merupakan pulau yang relatif masih alami dan belum banyak tersentuh oleh agenda-agenda pembangunan. Namun, hal ini justru menjadi berkah tersendiri bagi pulau ini, karena keaslian kondisi alamnya relatif masih terjaga.



Di dalam pulau yang dikelilingi hamparan pasir putih yang sangat luas ini, terdapat dua obyek wisata yang indah dan cukup terkenal, yaitu Taman Burung Gunung Nanu’ua dan Pantai Humo. Di Taman Burung Gunung Nanu’ua, terdapat dua spesies burung langka yang dilindungi oleh pemerintah, yaitu Burung Kacamata Enggano dan Burung Celepuk Enggano. Selain di Taman Burung Gunung Nanu’ua, spesies burung sebaran-terbatas itu juga sesekali dapat dijumpai di lahan pertanian, terutama perkebunan kelapa, dan lahan-lahan terbuka di sekitar perkampungan.
Selanjutnya beralih ke Pantai Humo. Pantai yang terkenal dengan hamparan pasir putihnya yang halus ini memiliki ekosistem laut yang cukup kaya. Di sepanjang bibir pantai, pengunjung dapat menjumpai banyak kepiting dan hewan-hewan kecil bercangkang yang berkeliaran secara bebas. Di pantai ini juga hidup berbagai jenis ikan-ikan kecil berwarna-warni yang sering berenang di tepi pantai dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Yang paling sering dijumpai adalah ikan berwarna biru dengan strip kuning-putih dan ikan berwarna merah dengan variasi putih dan perak di tubuhnya.
Selain itu, pantai yang memanjang sekitar dua kilometer dari utara ke selatan, dengan lebar sekitar 200 meter dari tepi laut ini juga memiliki kumpulan karang—atau oleh masyarakat setempat disebut tubiran—yang dapat digunakan sebagai titian untuk berjalan agak ke tengah laut. Tubiran yang mirip dermaga ini juga sering digunakan oleh pengunjung dan masyarakat setempat sebagai tempat memancing. Lokasinya yang menjorok ke laut membuat tubiran ini menjadi habitat bagi berbagai jenis ikan laut.  
Selain memiliki dua lokasi wisata yang indah tersebut, Pulau Enggano juga memiliki keistimewaan lainnya, yaitu hutan bakau yang sangat lebat yang secara alamiah berfungsi sebagai penahan laju abrasi pantai. Di hutan bakau ini, hidup beraneka jenis burung, seperti burung pelatuk, burung pergam enggano, burung beo, burung nuri, burung kakatua, dan berbagai jenis burung lainnya.
Pulau Enggano terletak di Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu, Indonesia.
Dari Bengkulu, waktu yang dibutuhkan untuk sampai di Pulau Enggano adalah sekitar 12 jam dengan menggunakan jalur laut. Namun, perjalanan menggunakan kapal fery menuju Pulau Enggano tidak berlangsung setiap hari, karena kondisi cuaca yang sering labil. Dalam satu minggu, perjalanan menuju Pulau Enggano hanya sebanyak dua kali, itupun seringkali tidak dapat dipastikan harinya, karena faktor cuaca yang labil tersebut. Begitu juga sebaliknya, perjalanan arus balik dari Enggano menuju Bengkulu juga terjadi dua kali dalam seminggu, tentunya dengan kondisi yang sama, jadwalnya dapat berganti-ganti hari karena menggantungkan pada kondisi cuaca.  
Bagi pengunjung yang ingin menyambangi dan berkeliling di Pulau Enggano, sebaiknya membawa sepeda motor sendiri. Sebab, di pulau ini satu-satunya angkutan umum adalah sebuah truk dan sebuah bus. Kedua jenis angkutan umum itu hanya beroperasi di hari-hari kedatangan dan keberangkatan kapal saja, sehingga di hari-hari biasa nyaris tidak ada angkutan umum yang beroperasi.
Selain kekurangan angkutan umum, Pulau Enggano juga belum memiliki fasilitas penginapan dan rumah makan yang memadai. Kurangannya fasilitas penunjang dan promosi membuat potensi pariwisata di Pulau Enggano belum banyak tergarap secara maksimal.
Namun, pengunjung tidak perlu khawatir akan masalah itu. Penduduk Enggano merupakan masyarakat yang sangat terbuka dan ramah terhadap pendatang. Jika ada pengunjung yang belum memiliki kenalan di Pulau Enggano, mereka tinggal datang saja kepada kepala desa atau kepala suku setempat. Para pemuka masyarakat tersebut akan memberi tumpangan dan makanan kepada pengunjung tersebut. Makanan yang biasa disuguhkan masyarakat Enggano adalah nasi dari padi gogo dan ikan. Ikan selalu menjadi menu utama di Pulau Enggano karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan

Kamis, 04 Februari 2016

Surga Dunia Raja Ampat Papua Barat, Indonesia

RAJA AMPAT
Raja Ampat adalah sebuah kabupaten dengan luas wilayah lebih dari 4,5 juta hektar, dan berlokasi di sebelah barat kepala burung Papua Barat. 85% wilayah kabupaten ini merupakan lautan, sisanya merupakan pulau-pulau yang berjumlah lebih dari 600 pulau. Dari 600 pulau tersebut, terdapat 4 pulau besar, yaitu Pulau Misool, Pulau Waigeo, Pulau Batanta,dan Pulau Salawati. Selain 4 pulau tersebut, hanya 35 pulau di Kepulauan Raja Ampat yang berpenghuni, sisanya tidak ditinggali manusia. Baru sekitar 400 pulau di Kepualauan Raja Ampat sudah dieksplorasi, sisanya masih belum dijamah manusia sama sekali.
Penduduk Kepulauan Raja Ampat sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Mereka tinggal di kampung kecil yang terpisah dengan kampung lain karena berbeda pulau. Masyarakat kepulauan ini adalah orang yang ramah dan baik hati. Mereka mau menerima tamu dari luar dengan hati yang gembira. Penduduk Kepulauan Raja Ampat sebagian memeluk agama Kristen, dan sebagian memeluk agama Islam, namun mereka tetap rukun walau berbeda keyakinan. Saran saya, bawalah permen dan pinang untuk diberikan kepada mereka karena mereka menganggap barang tersebut adalah barang tanda perdamaian.
Nama Raja Ampat berasal dari cerita masyarakat setempat. Menurut cerita tersebut, ada seorang perempuan yang menemukan 7 buah telur. Telur-telur tersebut kemudian menetas, 4 diantaranya menetas menjadi pangeran, sementara 3 telur lainnya menetas menjadi seorang wanita, sebuah batu, dan hantu. 4 Pangeran tersebut kemudian menjadi raja di pulaunya masing-masing, yaitu Pulau Misool, Pulau Waigeo, Pulau Batanta,dan Pulau Salawati sehingga akhirnya disebut sebagai Raja Ampat.
Raja Ampat
Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat memiliki potensi wisata alam yang sangat luar biasa. Tempat wisata di Papua Barat ini sangat terkenal dengan wisata bawah lautnya yang merupakan salah satu tempat menyelam terbaik di dunia karena kelengkapan dan keragaman flora dan fauna bawah lautnya. Berdasarkan hasil penelitian, Kepulauan Raja Ampat mempunyai 75% dari seluruh spesies karang di dunia. Tidak ada tempat lain di dunia yang mempunyai jumlah spesies karang sebanyak itu dalam 1 lokasi yang terbilang kecil. Dengan banyaknya spesies karang di Kepulauan Raja Ampat, secara otomatis juga terdapat banyak spesies ikan karang. Selain itu anda juga dapat bertemu dengan ikan pari manta, ikan duyung, kuda laut, ikan barkuda, hiu karang, penyu, tuna, dan lain-lain. Sisa-sisa perang dunia kedua juga dapat anda temui di perairan Kepulauan Raja Ampat, misalnya bangkai pesawat perang di dekat Pulau Wai.
resort Raja Ampat
resort Raja Ampat
Umumnya, wisatawan yang datang berkunjung ke Kepulauan Raja Ampat adalah penyelam yang kebanyakan berasal dari luar IndonesiaSelain wisata menyelam, bagi yang tidak bisa menyelam juga dapat menikmati pantai yang indah, wisata budaya, melihat peninggalan prasejarah berupa cap tangan, melihat festival bahari (biasanya pada bulan Agustus), menikmati panorama alam, menikmati suasana pedesaan, wisata kuliner, melihat burung cenderawasih, mendaki bukit karang, dan lain-lain.

Anda akan dihadapi dengan 2 pilihan pada saat ingin menikmati wisata alam Kepulauan Raja Ampat. Pilihan tersebut adalah pilihan untuk tinggal di sebuah resort, atau tinggal di sebuah kapal pinisi yang sudah dimodifikasi. Kalau saran saya sih lebih baik memilih untuk menggunakan kapal pinisi, karena sudah sangat biasa tinggal di resort, sedangkan tinggal selama beberapa hari di atas sebuah kapal khas Indonesia akan menjadi pengalaman yang unik. Untuk dapat menikmati wisata Raja Ampat selama 1 minggu dengan menggunakan kapal pinisi, anda harus membayar lebih dari 100 juta Rupiah, dan kapal tersebut dapat menampung sampai dengan 14 orang.
diving Raja Ampat
diving Raja Ampat
Apabila anda ingin berwisata ke Kepulauan Raja Ampat, tidak cukup hanya dengan modal nekat saja seperti yang sering dilakukan para backpacker. Berwisata ke tempat wisata yang dijuluki surga bawah laut ini membutuhkan keinginan kuat, jiwa petualang, kegemaran akan menyelam, dan modal yang lumayan besar. Bila anda berharap harga berwisata ke Kepulauan Raja Ampat akan turun dalam waktu dekat, sebaiknya buang jauh-jauh harapan anda karena sudah ada peraturan yang membatasi jumlah resort dan kapal. Hal ini bertujuan untuk menjaga kondisi alam Kepulauan Raja Ampat yang tiada duanya di dunia. Harga yang mahal tersebut juga berfungsi untuk menyaring pengunjung, sehingga hanya pengunjung yang berkualitas dan berpendidikan saja yang datang, dengan begitu mereka akan sadar betapa pentingnya lokasi ini sebagai salah satu pusat flora dan fauna yang terlengkap di dunia.

Cara Mencapai Kepulauan Raja Ampat

Kepulauan Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat
Sebenarnya sekarang ini untuk mencapai Kepulauan Raja Ampat tidaklah sulit, namun akan memakan waktu yang lumayan lama dan biaya yang lumayan besar. Apabila anda berada di Jakarta, maka anda harus membeli tiket pesawat dari Jakarta ke Sorong. Penerbangan tersebut akan memakan waktu lebih dari 6 jam dan biasanya akan transit dahulu di Makassar atau Manado. Setelah tiba di Sorong, anda harus menggunakan kapal untuk mencapai Kepulauan Raja Ampat, akan memakan waktu sekitar 3 jam.
Biaya sewa kapal untuk transportasi di Kepulauan Raja Ampat lumayan mahal, saya sarankan untuk pergi secara berkelompok, idealnya 1 kelompok berisi 8 orang, sesuai dengan kapasitas kapal yang umum digunakan di Kepulauan Raja Ampat. Dengan begitu, anda dapat membagi biaya sewa kapal dengan grup anda dan melakukan penghematan.
Bila anda ingin lebih berhemat, anda dapat memilih menggunakan kapal dari Jakarta menuju Sorong dengan harga tiket hanya sekitar 400,000 Rupiah saja. Walau murah, cara ini akan memakan waktu sangat lama, karena anda akan berhenti di beberapa kota besar. Waktu perjalanan dengan menggunakan kapal dari Jakarta ke Sorong adalah sekitar 1 minggu.

Rabu, 03 Februari 2016

Sejarah Istano Basa Pagaruyung


Istano Basa Pagaruyung berlokasi di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat, Padang. Istano Basa Pagaruyung adalah bangunan rumah tempat tinggal raja sekaligus tempat raja menjalankan pemerintahan, berbentuk rumah gadang yang dibuat khusus dengan mempedomani Istana yang pernah ada sebelumnya.
Komplek Istano Basa Pagaruyung yang mulai dibangun pada tanggal 27 Desember 1976 ini adalah nama duplikat (tempat tinggal) keluarga kerajaan Minangkabau yang sekaligus menjadi Pusat Kerajaan Minangkabau pada masanya, konstruksi bangunannya berbeda dengan rumah gadang kebanyakan.
Dimasa Kerajaan Minangkabau Istano Basa Pagaruyung memainkan peran ganda, sebagai rumah tempat tinggal keluarga kerajaan dan sebagai Pusat Pemerintahan. Kerajaan Minangkabau yang dipimpin oleh seorang raja yang dikenal Rajo Alam“ atau “Raja Diraja Kerajaan Minangkabau“.
Kepemimpinan Rajo Alam dikenal dengan “Tali Tigo Sapilin“ dan Pemerintahannya dikenal dengan “Tungku Tigo Sajarangan“.Rumah Gadang Minangkabau dibangun berdasarkan mufakat semua anggota kaum dan atas persetujuan Panghulu Nagari dan dibiayai oleh Suku, serta Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat, dan Rumah Gadang merupakan bukti nyata kemampuan adat dalam mempersatukan kepentingan, inspirasi dan kebutuhan anggota kaum untuk menciptakan iklim dan kehidupan yang damai, adil dan harmonis dibawah penghulu kaum.
Istano Basa Pagaruyung sekarang merupakan duplikat dari istano yang dibakar oleh Belanda tahun 1804. Pada tahun 1976 Istano Basa Pagaruyung dibangun kembali yang lahir dari pemikiran pemerintah Daerah dan tokoh-tokoh adat Sumatera Barat dalam rangka melestarikan nilai-nilai adat, seni dan budaya serta sejarah Minangkabau.
Kini Istano Basa Pagaruyung merupakan objek wisata primadona di Kabupaten Tanah Datar khususnya, dan Sumatera Barat pada umumnya. Istano Basa Pagaruyung terdiri dari 3 ( tiga ) lantai, 72 tonggak serta 11 gonjong. Dilihat dari segi arsitekturnya bangunan Istano Basa Pagaruyung mempunyai ciri-ciri khas dibandingkan dengan bangunan Rumah Gadang yang terdapat di Minangkabau. Kekhasan yang dimiliki bangunan ini tersirat dari bentuk fisik bangunan yang dilengkapi ukiran falsafah dan budaya Minangkabau. Istano Basa Pagaruyung dilengkapi dengan Surau, Tabuah Larangan, Rangkiang Patah Sambilan, Tanjung Mamutuih dan Pincuran Tujuah.
Bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Objek Wisata Istano Basa Pagaruyung, sangat mudah dijangkau oleh kendaraan roda 2 ( dua ), kendaraan roda 4 ( empat ) serta kendaraan tradisional “Bendi“ yang terdapat di Kota Batusangkar.
Istano Basa Pagaruyung dapat ditempuh melalui :
  1. Kota Padang via Kubu Kerambil + 105 Km
  2. Kota Bukittinggi via Simpang Baso + 35 Km
  3. Melalui Pintu Gerbang Simpang Piladang berbatasan dengan Wilayah Kabupaten 50 Kota berjarak + 45 Km
PEMBANGUNAN ISTANO BASA PAGARUYUNG TANGGAL 27 DESEMBER 1976
Pada tahun 1973/1974 oleh Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Barat, Prof. Harun Zain dicetuskan sebuah ide proyek harga diri rakyat Sumatera Barat. Melalui beberapa kali diskusi dengan berbagai pihak kaum adat dan cendikiawan dan llmuan, sosilog dan sebagainya, maka terpilihlah dua proyek, yaitu :
1. Pembangunan Istano Basa Pagaruyung,
2. Pembangunan museum Imam Bonjol dan Taman  Khatulistiwa.
Untuk kedua proyek tersebut dibentuk panitia pembangunan yang diketuai oleh Bapak Amir Thaib, SH. (Sekwilda Propinsi Sumatera Barat). Konsultan untuk Museum Imam Bonjol dan Taman Khatulistiwa adalah Bapak H Nasrun AS. Sedangkan untuk pembangunan Istano Basa Pagaruyung ada pula panitia tersendiri yang melibatkan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Tim konsultan Pembangunan Istano Basa Pagaruyung yang prakarsai oleh Grup Balubuah Coorporation dipimpin Azwardi Ilyas dan A. Razak, sedangkan dari pihak pemerintah Daerah Sumatera Barat adalah Drs. Hawari Siddik, Drs. Syaiful Muhammad dan Dj. Dt. Bandaro Lubuk Sati selaku bendaharawan (juga dari unsur LKAAM) serta tim tekhnis dari Dinas Pekerjaan Umum Tingkat dan Tingkat II adalah Jumairi, BAE dan Mahdiwan sebagai Pengawas
Dari pakar adat antara lain : A. R. Dt. Tumbijo Dirajo selaku Tuan Gadang Batipuh, M. Rasyid Manggis Dt. Ra. Panghulu dari Kesejarahan Minangkabau dan Sy. Dt. Simarajo dari Kerapatan Adat Nagari Pagaruyung.
Panitia dalam mengemban tugasnya melibatkan waris-waris pemangku adat seperti Rajo Tigo Selo, Basa Ampek Balai, Tuan Gadang Batipuah, Penghulu-penghulu Luak Nan Tigo dan Rajo-rajo serta urang gadang di rantau dan pesisir alam Minangkabau melalui wawancara, diskusi terbatas pada setiap tempat tertentu hingga menghabiskan waktu sekitar tiga tahun lamanya.   Kepanitiaan pembangunan ini ditunjuk dengan Surat Keputusan Gubenur KDH Tingkat I Sumatera Barat nomor 65/GSB/1975 tanggal 17 Maret tahun 1975. Pembangunan Istano Basa Pagaruyung berada dalam Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas.
PEMBANGUNAN ISTANO BASA PAGARUYUNG TANGGAL 27 DESEMBER 1976
Pembangunan Kembali Istano Basa Pagaruyung ini mempedomani dan membandingkan bentuk istana lama yang telah tiada, karena kebakaran dalam huru hara pada awal abad 19. Selain itu mempedomani bentuk Istana lama Negeri Sembilan di Seri Menanti – Malaysia.
Dua proyek besar harga diri rakyat Sumatera Barat, yaitu pembangunan Museum Imam Bonjol dan Taman Khatulistiwa dan Pembangunan Istano Basa Pagaruyung sekaligus dibuat perencanaannnya, akan tetapi pelaksanaannya lebih didahulukan pembangunan Istano Basa Pagaruyung yang dimulai pada tanggal 27 Desember 1976.
Acara “Batagak Tonggak Tuo” pembangunan waktu itu dihadiri oleh semua lapisan masyarakat Adat Minangkabau, pemangku Adat dan Waris Raja-raja di rantau dan pesisir serta penghulu di luhak Nan Tigo. Peresmian pelaksanaan pembangunannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudyaaan Republik Indonesia, Bapak Prof. Ida Bagus Mantra. Sekaligus pada waktu itu diumumkan bahwa Istano Basa Pagaruyung adalah Museum terbuka (open air museum).
SUMBER