Rabu, 03 Februari 2016

Sejarah Istano Basa Pagaruyung


Istano Basa Pagaruyung berlokasi di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat, Padang. Istano Basa Pagaruyung adalah bangunan rumah tempat tinggal raja sekaligus tempat raja menjalankan pemerintahan, berbentuk rumah gadang yang dibuat khusus dengan mempedomani Istana yang pernah ada sebelumnya.
Komplek Istano Basa Pagaruyung yang mulai dibangun pada tanggal 27 Desember 1976 ini adalah nama duplikat (tempat tinggal) keluarga kerajaan Minangkabau yang sekaligus menjadi Pusat Kerajaan Minangkabau pada masanya, konstruksi bangunannya berbeda dengan rumah gadang kebanyakan.
Dimasa Kerajaan Minangkabau Istano Basa Pagaruyung memainkan peran ganda, sebagai rumah tempat tinggal keluarga kerajaan dan sebagai Pusat Pemerintahan. Kerajaan Minangkabau yang dipimpin oleh seorang raja yang dikenal Rajo Alam“ atau “Raja Diraja Kerajaan Minangkabau“.
Kepemimpinan Rajo Alam dikenal dengan “Tali Tigo Sapilin“ dan Pemerintahannya dikenal dengan “Tungku Tigo Sajarangan“.Rumah Gadang Minangkabau dibangun berdasarkan mufakat semua anggota kaum dan atas persetujuan Panghulu Nagari dan dibiayai oleh Suku, serta Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat, dan Rumah Gadang merupakan bukti nyata kemampuan adat dalam mempersatukan kepentingan, inspirasi dan kebutuhan anggota kaum untuk menciptakan iklim dan kehidupan yang damai, adil dan harmonis dibawah penghulu kaum.
Istano Basa Pagaruyung sekarang merupakan duplikat dari istano yang dibakar oleh Belanda tahun 1804. Pada tahun 1976 Istano Basa Pagaruyung dibangun kembali yang lahir dari pemikiran pemerintah Daerah dan tokoh-tokoh adat Sumatera Barat dalam rangka melestarikan nilai-nilai adat, seni dan budaya serta sejarah Minangkabau.
Kini Istano Basa Pagaruyung merupakan objek wisata primadona di Kabupaten Tanah Datar khususnya, dan Sumatera Barat pada umumnya. Istano Basa Pagaruyung terdiri dari 3 ( tiga ) lantai, 72 tonggak serta 11 gonjong. Dilihat dari segi arsitekturnya bangunan Istano Basa Pagaruyung mempunyai ciri-ciri khas dibandingkan dengan bangunan Rumah Gadang yang terdapat di Minangkabau. Kekhasan yang dimiliki bangunan ini tersirat dari bentuk fisik bangunan yang dilengkapi ukiran falsafah dan budaya Minangkabau. Istano Basa Pagaruyung dilengkapi dengan Surau, Tabuah Larangan, Rangkiang Patah Sambilan, Tanjung Mamutuih dan Pincuran Tujuah.
Bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Objek Wisata Istano Basa Pagaruyung, sangat mudah dijangkau oleh kendaraan roda 2 ( dua ), kendaraan roda 4 ( empat ) serta kendaraan tradisional “Bendi“ yang terdapat di Kota Batusangkar.
Istano Basa Pagaruyung dapat ditempuh melalui :
  1. Kota Padang via Kubu Kerambil + 105 Km
  2. Kota Bukittinggi via Simpang Baso + 35 Km
  3. Melalui Pintu Gerbang Simpang Piladang berbatasan dengan Wilayah Kabupaten 50 Kota berjarak + 45 Km
PEMBANGUNAN ISTANO BASA PAGARUYUNG TANGGAL 27 DESEMBER 1976
Pada tahun 1973/1974 oleh Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Barat, Prof. Harun Zain dicetuskan sebuah ide proyek harga diri rakyat Sumatera Barat. Melalui beberapa kali diskusi dengan berbagai pihak kaum adat dan cendikiawan dan llmuan, sosilog dan sebagainya, maka terpilihlah dua proyek, yaitu :
1. Pembangunan Istano Basa Pagaruyung,
2. Pembangunan museum Imam Bonjol dan Taman  Khatulistiwa.
Untuk kedua proyek tersebut dibentuk panitia pembangunan yang diketuai oleh Bapak Amir Thaib, SH. (Sekwilda Propinsi Sumatera Barat). Konsultan untuk Museum Imam Bonjol dan Taman Khatulistiwa adalah Bapak H Nasrun AS. Sedangkan untuk pembangunan Istano Basa Pagaruyung ada pula panitia tersendiri yang melibatkan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Tim konsultan Pembangunan Istano Basa Pagaruyung yang prakarsai oleh Grup Balubuah Coorporation dipimpin Azwardi Ilyas dan A. Razak, sedangkan dari pihak pemerintah Daerah Sumatera Barat adalah Drs. Hawari Siddik, Drs. Syaiful Muhammad dan Dj. Dt. Bandaro Lubuk Sati selaku bendaharawan (juga dari unsur LKAAM) serta tim tekhnis dari Dinas Pekerjaan Umum Tingkat dan Tingkat II adalah Jumairi, BAE dan Mahdiwan sebagai Pengawas
Dari pakar adat antara lain : A. R. Dt. Tumbijo Dirajo selaku Tuan Gadang Batipuh, M. Rasyid Manggis Dt. Ra. Panghulu dari Kesejarahan Minangkabau dan Sy. Dt. Simarajo dari Kerapatan Adat Nagari Pagaruyung.
Panitia dalam mengemban tugasnya melibatkan waris-waris pemangku adat seperti Rajo Tigo Selo, Basa Ampek Balai, Tuan Gadang Batipuah, Penghulu-penghulu Luak Nan Tigo dan Rajo-rajo serta urang gadang di rantau dan pesisir alam Minangkabau melalui wawancara, diskusi terbatas pada setiap tempat tertentu hingga menghabiskan waktu sekitar tiga tahun lamanya.   Kepanitiaan pembangunan ini ditunjuk dengan Surat Keputusan Gubenur KDH Tingkat I Sumatera Barat nomor 65/GSB/1975 tanggal 17 Maret tahun 1975. Pembangunan Istano Basa Pagaruyung berada dalam Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas.
PEMBANGUNAN ISTANO BASA PAGARUYUNG TANGGAL 27 DESEMBER 1976
Pembangunan Kembali Istano Basa Pagaruyung ini mempedomani dan membandingkan bentuk istana lama yang telah tiada, karena kebakaran dalam huru hara pada awal abad 19. Selain itu mempedomani bentuk Istana lama Negeri Sembilan di Seri Menanti – Malaysia.
Dua proyek besar harga diri rakyat Sumatera Barat, yaitu pembangunan Museum Imam Bonjol dan Taman Khatulistiwa dan Pembangunan Istano Basa Pagaruyung sekaligus dibuat perencanaannnya, akan tetapi pelaksanaannya lebih didahulukan pembangunan Istano Basa Pagaruyung yang dimulai pada tanggal 27 Desember 1976.
Acara “Batagak Tonggak Tuo” pembangunan waktu itu dihadiri oleh semua lapisan masyarakat Adat Minangkabau, pemangku Adat dan Waris Raja-raja di rantau dan pesisir serta penghulu di luhak Nan Tigo. Peresmian pelaksanaan pembangunannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudyaaan Republik Indonesia, Bapak Prof. Ida Bagus Mantra. Sekaligus pada waktu itu diumumkan bahwa Istano Basa Pagaruyung adalah Museum terbuka (open air museum).
SUMBER